KLIKJURNAL.COM.Kendari – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PROJAMIN Sulawesi Tenggara (Sultra) melayangkan kritik pedas terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra terkait maraknya aktivitas penambangan ilegal di wilayah bekas Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Ekuator Kreasindo Utama (EKU) II di Konawe Utara.Mereka menilai Kejati Sultra melakukan pembiaran terhadap praktik melawan hukum tersebut.
Ketua DPW PROJAMIN Sultra, Hendryawan, menegaskan bahwa Blok Morombo, khususnya di wilayah eks IUP II, telah menjadi langganan aktivitas penambangan ilegal.
Menurutnya, tindakan ini bukan kali pertama terjadi dan sudah berulang kali dilakukan oleh oknum penambang ilegal.
“Diketahui wilayah eks IUP EKU II Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, telah dicabut izin pertambangannya sesuai dengan keputusan Kementerian Investasi atau BKPM.
Jadi, apapun alasannya, wilayah eks IUP EKU II tidak boleh ada aktivitas pertambangan,” tegas Hendryawan dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
PROJAMIN Sultra menilai tidak ada alasan bagi Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal ini Kejati Sultra, untuk tidak melakukan penindakan terkait dugaan penambangan ilegal di wilayah eks IUP EKU II.
Mereka juga meragukan fungsi serta pengawasan Balai Penanganan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) dalam memberantas praktik ilegal tersebut.
Lebih lanjut, berdasarkan pantauan di lapangan, PROJAMIN Sultra menemukan banyak kejanggalan dan menduga adanya keterlibatan berbagai pihak dalam pusaran penambangan ilegal di eks IUP EKU II.
“Bahkan kami nilai pemerintah setempat, dalam hal ini Desa Sarimukti dan beberapa desa yang masuk di wilayah eks IUP EKU II, terlibat dalam korporasi aksi penambangan ilegal, dikarenakan ada pembiaran dari pemerintah setempat,” ungkap Hendryawan.
Berdasarkan kajian PROJAMIN Sultra, para penambang ilegal diduga kuat melanggar Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 158, yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa IUP, IPK atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
“Jika permasalahan ini tidak ada tindakan tegas dari APH, berarti juga kami duga APH main mata dengan penambang ilegal di wilayah eks IUP EKU II Konawe Utara,” ujar Hendryawan.(Redaksi)